Data menunjukkan bahwa penyaluran pembiayaan produktif oleh platform P2P lending masih tersendat. Sepanjang 2024, pendanaan produktif hanya mencapai Rp95,67 triliun atau 31,83 persen dari total pinjaman tersalurkan. Angka ini jauh dari target 40-50 persen yang dicanangkan untuk tahun-tahun mendatang.
Salah satu tantangan utama terletak pada distribusi geografis: 75 persen lebih pinjaman masih tersentralisasi di Pulau Jawa. Hal ini mencerminkan kesenjangan digital dan finansial yang masih lebar antara wilayah Jawa dan luar Jawa.
Hambatan infrastruktur dan masalah sosial di luar Jawa
OJK menilai minimnya penetrasi internet dan smartphone menjadi penghalang utama ekspansi fintech P2P lending ke luar Jawa. Kurangnya SDM digital serta rendahnya literasi keuangan digital memperburuk situasi di kawasan tersebut.
Selain itu, banyak pelaku usaha di luar Jawa memiliki karakteristik yang berbeda dan belum memiliki rekam jejak kredit formal sehingga sulit dinilai dengan standar yang sama dengan di Jawa.
Peluang masih terbuka lebar
Meski tantangan tak sedikit, peluang di luar Jawa tetap terbuka lebar. Amartha, misalnya, telah menyalurkan lebih dari 60 persen kreditnya ke luar Jawa dan mencatat performa yang sehat. Modalku juga mulai mengeksplorasi peluang di Bali dan menegaskan pentingnya kolaborasi dengan komunitas lokal dan institusi finansial.
Beberapa pemain mulai menerapkan teknologi AI untuk credit scoring guna menurunkan beban verifikasi manual. Strategi ini diharapkan bisa menjawab tantangan minimnya SDM sekaligus memastikan proses bisnis tetap efisien.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar