Pasar modal Indonesia belakangan ini menghadapi tantangan struktural, terutama dengan kurangnya investor institusional di BEI. Investor institusional asing menarik hampir Rp30 triliun (US$1,8 miliar) dari posisi mereka di BEI antara awal tahun hingga pertengahan Maret 2025 lalu.
Perkembangan ini berdampak pada perusahaan teknologi yang sudah atau berencana IPO, mengingat BEI saat ini merupakan jalur exit bagi startup Indonesia.
Berkaca dari kasus pertengahan Maret 2025
Perusahaan teknologi Indonesia seperti GoTo, Bukalapak, dan Blibli, yang terdaftar di BEI, tidak menunjukkan fluktuasi harga saham yang signifikan meskipun terjadi penurunan tajam pada IHSG pada Maret lalu. Pengamat menafsirkan kondisi tersebut sebagai anomali, di mana sektor teknologi masih dapat bertahan meskipun kondisi pasar yang sulit.
Beberapa pakar saat itu melihat penurunan ini sebagai gejolak jangka pendek, sedangkan yang lainnya khawatir terhadap dampak jangka panjang, terutama dengan berkurangnya dukungan investor institusional.
Situasi terkini: volatilitas di tengah kondisi ekonomi makro global
Setelah libur panjang selama tanggal cuti Lebaran 2025, GoTo terkoreksi 14,45 persen hingga menyentuh ARB pada pembukaan perdagangan BEI tanggal 8 April 2025. Kondisi serupa juga dialami emiten perusahaan teknologi lainnya seperti Blibli, dan Bukalapak.
Per tanggal 10 April 2025, saham GoTo, Blibli, dan Bukalapak kembali melonjak sebagai bagian dari aksi rebound IHSG setelah adanya penundaan tarif AS. Pergeseran cepat dari menyentuh ARB pada tanggal 8 April hingga melonjak pada tanggal 10 April menyoroti volatilitas ekstrem yang saat ini mengintai saham perusahaan teknologi lokal.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar