Tiga perusahaan teknologi yang dulunya identik dengan solusi e-commerce—yaitu Tokopedia (Grup GoTo), Bukalapak, dan Blibli—belakangan ini semakin getol mendiversifikasi fokus bisnis mereka ke lini usaha lain yang lebih bervariasi.
Penyusutan kontribusi dari bisnis ini tampak dalam laporan keuangan masing-masing perusahaan pada 2024. GoTo misalnya, kontribusi segmen bisnis e-commerce hanya menyumbang 8,6 persen dari total pendapatan grup. Angka ini turun dari sebelumnya yang sebesar 42,67 persen pada 2023, setelah akuisisi Tokopedia oleh TikTok.
Blibli dan Bukalapak pun menunjukkan pola serupa. Blibli melihat penurunan 34,95 persen dari segmen ritel online. Sementara Bukalapak justru menutup bisnis marketplace mereka dan fokus hanya pada penjualan produk virtual.
Blibli diperkirakan terus melanjutkan diversifikasi dengan perluasan kehadiran toko fisik dan segmen institusi. Meski demikian, perusahaan afiliasi Grup Djarum itu diyakini tak akan serta-merta meninggalkan lini bisnis e-commerce.
Alasan ketiganya mundur
Biaya operasional yang terus membengkak, margin keuntungan tipis, serta persaingan yang semakin ketat disebut-sebut menjadi penyebab utama dari fenomena ini.
Ketiga perusahaan mengakui biaya operasional untuk e-commerce sangat membebani profitabilitas perusahaan. GoTo dan Blibli masing-masing mencatat miliaran rupiah untuk cost of revenue, sedangkan Bukalapak menanggung biaya lebih dari Rp3,1 triliun hanya dari segmen marketplace.
Potensi e-commerce pun akhirnya juga direvisi ke bawah
Laporan terbaru dari Google, Temasek, dan Bain & Co. turut memangkas proyeksi nilai penjualan bruto (gross merchandise value/GMV) sektor e-commerce Indonesia pada 2030 menjadi US$150 miliar (Rp2.386,97 triliun) dari sebelumnya US$160 miliar (Rp2.545,30 triliun).
Salah satu faktornya adalah konsumsi domestik yang lemah dan kelas menengah yang diperkirakan menyusut. Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat penurunan jumlah kelas menengah di Indonesia mencapai 47,85 juta jiwa.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar